ISI 7 PRASASTI TUGU TARUMANEGARA

1. Prasasti Ciaruteun

Prasasti ini diketahui keberadaannya berdasarkan laporan dari pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang menemukannya di aliran Sungai Ciaruteun, Bogor pada tahun 1863.

Prasasti Ciaruteun ditulis dengan aksara Pallawa, disusun dalam bentuk seloka, dengan menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti ini  dilengkapi dengan beberapa gambar di antaranya sepasang telapak kaki, gambar umbi, sulur-suluran, dan laba-laba. Adapun pesan atau isi
prasasti ciaruteun ini adalah sebagai berikut:

“vikkrantasyavanipat eh, srimatah purnnavarmmanah, tarumanagarendrasya, visnoriva padadvayam” 

Terjemahan: Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.

2. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu dikenal pula dengan sebutan Prasasti Pasir Koleangkak. Pasalnya, prasasti ini ditemukan di bukit Koleangkak, perkebunan jambu. Letaknya yakni 30 km sebelah barat dari kota Bogor. Prasasti ini ditemukan oleh Jonathan Rigg pada 1854 dan terletak di atas Gunung Batutulis (Pasir Koleangkak). Lokasi ditemukannya prasasti ini masuk ke dalam wilayah perkebunan karet “Sadeng Djamboe” yang terletak di Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

“siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam//”

Terjemahan : Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya.

3. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara sejak awal abad XIX ketika diadakan penebangan hutan untuk pembukaan perkebunan kopi. Pemberitaan mengenai prasasti pertama kali dikemukakan oleh N.W. Hoepermans dalam laporannya yang ditulis pada tahun 1864. Kemudian disusul oleh beberapa uraian lain dari J.F.G Brumund (1868), A.B. Cohen Stuart (1875), P.J Veth (1878, 1896), H. Kern (1884, 1885, 1910), R.D.M. Verbeek (1891), J.Ph. Vogel (1925), dan lainnya.

Prasasti Kebon Kopi dituliskan pada sebongkah batu andesit pada salah satu bidang permukaannya yang rata, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta, berbentuk sloka dengan metrum anustubh, dan diapit oleh sepasang gambar telapak kaki gajah. Huruf yang dipergunakan pada prasasti ini lebih kecil jika dibandingkan dengan yang ada pada Prasasti Ciaruteun. Pemahatannya pun tidak terlalu dalam.

Prasasti Kebon Kopi peninggalan Kerajaan Tarumanegara atau Tarumanagara ini cukup istimewa, sebab terdapat sepasang telapak kaki gajah. Tapak kaki ini digambarkan sebagai tapak kaki Raja Purnawarman. Dalam agama hindu, gajah digambarkan sebagai hewan sakral dan dekat dengan Dewa Wisnu. Konon diibaratkan sebagai Maharaja Purnawarman.

Teks dalam prasasti ini dapat dilhat di bawah ini, yakni:

“Jayavisalasya Tarumendrasya hastinah, Airwavatabhasya vibhatidam padadvayam”

Terjemahan: Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki  yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan

“Ini sabdakalanda Rakryan Juru Pangambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca ~ ba(r) pulihkan hajiri Sunda”

Terjemahan: “Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka (932 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda”

4. Prasasti Muara Cianten

Prasasti ini pertama kali dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864 dan kemudian disusul oleh beberapa laporan dari J.F.G Brumund (1868), P.J Veth (1878), R.D.M. Verbeek (1889, 1891), C.M. Pleyte (1905/1906), G.P Rouffaer (1909), dan N.J. Krom (1915).

Prasasti Muara Cianten dituliskan pada batu andesit berbentuk hampir lonjong (oval) dengan ukuran 2,7 x 1,4 x 1,4 meter. Prasasti ini bertuliskan huruf ikal atau huruf sangkha, seperti yang digunakan pada Prasasti Ciaruteun-B dan Prasasti Pasir Awi.

Tulisan pada prasasti ini masih dapat belum dibaca. Prasasti Muara Cianten masih insitu dan terletak tepi Sungai Cianten, di Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Saat ini Prasasti Muara Cianten, salah satu peninggalan Kerajaan Tarumanegara atau Tarumanagara dalam kondisi kurang baik dan terawat. Selain itu kondisi pahatan juga sudah aus.

Teks dalam prasati ini dapat dilihat di bawah ini, yakni:

yoi

“Sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji sunda.”

Terjemahan: Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan negara dikembalikan kepada raja Sunda.

5. Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi atau Prasasti Cemperai adalah bukti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang juga ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.

Prasasti ini ditemukan di lereng selatan bukit Pasir Awi, kawasan hutan perbukitan Cipamingkis, Sukamakmur, Bogor. Sama seperti Prasasti Muara Cianteun, Prasasti yang berada di atas bukit ini juga tak mengungkap sedikitpun sejarah kerajaan tarumanegara. Pasalnya, ia hanya berisi paharan gambar dahan, ranting, daun, dan buah-buahan, serta sepasang telapak kaki. Sayangnya,  Prasasti Pasir Awi masih belum bisa dibaca karena ditulis menggunakan huruf ikal.

6. Prasasti Cidanghiyang

Prasasti Cidanghiyang adalah satu-satunya prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara yang terletak di wilayah Pandeglang. Prasasti ini ditemukan pertama kali pada tahun 1947 oleh Toebagus Roesjan di tepi sungai Cidanghiyang (sekarang: desa Lebak, kecamatan Munjul, kabupaten Pandeglang).

Prasasti Cidanghiyang berisi pesan mengenai keagungan Raja Purnawarman. Ia ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun dalam bentuk seloka metrum Anustubh. Adapun isi dari prasasti ini adalah:

 “Vikranto ‘yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanah”

 

Terjemahan: Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja-raja.

7. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang dikeluarkan oleh Purnnawarman, berisi keterangan mengenai penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.

Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnnawarman dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Pada 4 Maret 1879, Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara atau Tarumanagara yang terpanjang. Prasasti Tugu ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu Kini lokasi penemuan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Ketika ditemukan prasasti ini terkubur di bawah tanah. Hanya bagian puncak prasasti yang terlihat di permukaan tanah setinggi sekitar 10 cm.

 “Pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau// pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana// prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka// pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//.”

Terjemahan : “Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”